News, Hukum & Kriminal
| Rabu 31 Jan 2018 16:03 WIB | 1098
MATAKEPRI.COM,
Teheran - Dalam 24 jam terakhir, foto yang menunjukkan perempuan Iran melepas
jilbab mereka telah beredar luas. Sejumlah perempuan muda Iran berdiri dengan
bangga tanpa penutup kepala di jalanan Iran, melepas jilbab mereka, yang
artinya melanggar hukum negara itu yang ketat yang memerintahkan para perempuan
untuk menutup rambut mereka.
"Mereka mempertaruhkan kebebasan mereka, mereka juga mengekspos diri mereka untuk disakiti dan mendapat perlakuan kasar lainnya oleh polisi dan petugas paramiliter lainnya di Iran yang menegakkan peraturan memakai jilbab bagi para perempuan," kata Raha Bahraini, peneliti organisasi Amnesty International di Iran, yang mengamati penyebaran foto aksi protes tersebut.
"Kampanye ini telah menarik perhatian dan saya yakin media sosial telah memberi para perempuan ini kesempatan untuk menyuarakan keinginan mereka dan menunjukkan bahwa mereka tak lagi menerima degradasi semacam ini."
Fenomena
ini dimulai sejak 5 pekan lalu, yakni pada 27 Desember, ketika seorang perempuan
muda difoto tengah berdiri di atas kotak listrik di jalanan Teheran yang sibuk.
Rambut panjangnya tergerai di atas bahu sementara pandangannya lurus ke depan,
sambil mengibarkan jilbab putih.
Bahraini
mengatakan, ia menerima laporan bahwa petugas penegak hukum telah menahan
perempuan itu di lokasi dan memindahkannya ke pusat penahanan terdekat.
"Tak
ada informasi tentang nasibnya atau keberadaannya yang diumumkan secara
publik," sebut Bahraini.
"Dan
ini memicu kekhawatiran tentang keselamatan dan kesejahteraannya."
Setelah
foto itu tersebar dengan cepat, para aktivis meluncurkan sebuah kampanye dengan
tanda pagar #whereisshe (di mana dia berada) -menuntut otoritas Iran mengungkap
nasib perempuan muda -yang kemudian diidentifikasi bernama Vida Movahed, ibu
dari bayi 19 bulan yang berusia 31 tahun -itu.
Bahraini
mengatakan, Movahed baru dibebaskan pada hari Minggu (28/1/2018) lalu setelah
sebulan ditahan. Amnesty International masih memantau kasus itu karena ia masih
berisiko mengalami penuntutan hukum.
"Kami
mendesak otoritas Iran untuk mencabut tuduhan apapun yang sudah dijatuhkan
kepadanya," ujar Bahraini.
"Di
bawah hukum pidana Islam di Iran, setiap tindakan yang dianggap melanggar
kepatutan publik dihukum dengan hukuman penjara 10 hari sampai dua bulan, atau
74 cambukan. "
Nasrin
Sotoudeh, pengacara yang berbasis di Teheran dan aktivis hak asasi manusia,
berada di garis depan dari upaya untuk mempublikasikan nasib buruk yang dialami
Movahed.
Ia
mengatakan, para perempuan di Irak ingin memiliki kendali atas tubuh mereka
sendiri.
"Kami
meminta kerjasama masyarakat untuk membantu menyelesaikan masalah ini,"
sebutnya.
Sejak
pembebasan Movahed, ada gelombang serupa dari para perempuan muda di media
sosial yang menyusul jejaknya dan foto-foto seperti itu kini menyebar dengan
sangat cepat.
"Saya
kagum akan tekad dan keberanian mereka," aku Golnaz Esfandiari, jurnalis
Iran yang tinggal di pengasingan dan bekerja sebagai koresponden senior untuk
Radio Free Europe.
Banyak
orang mencoba meremehkan hal itu, dengan mengatakan, Anda tahu, ini bukan
masalah bagi perempuan Iran, "katanya. "Tapi sebagai perempuan yang
tumbuh di Iran, saya bisa katakan bahwa ini adalah masalah besar."
"Banyak perempuan Iran muak dengan peraturan jilbab ini dan sekarang kami
melihat mereka turun ke jalan."
Nasib
para pemrotes yang mengikuti jejak Movahed belum jelas, tapi Sotoudeh
melaporkan, setidaknya satu orang telah ditangkap di lokasi.
Esfandiari
mengatakan demonstrasi tersebut berlangsung bersamaan dengan demonstrasi
anti-rezim yang lebih luas yang terjadi di 80 kota Iran pada bulan Desember,
ketika lebih dari 1.000 orang ditangkap dan 25 terbunuh. "Faktor ketakutan
sudah hilang untuk beberapa orang di dalam negeri dan mereka sangat frustrasi
sehingga mereka tidak takut lagi untuk turun ke jalan dan melakukan demonstrasi
di depan umum," ungkapnya.(***)