News, Pendidikan
| Rabu 07 Feb 2018 15:44 WIB | 1495
MATAKEPRI.COM - Federasi Serikat Guru
Indonsia (FSGI) menyoroti berbagai kasus sekolah rusak dan roboh. Data Sekolah
Rusak sedang dan berat yang dihimpun FSGI, berasal dari Bekasi dan Bandung
(Jawa Barat), DKI Jakarta, Serang (Banten), serta Lombok dan Bima (NTB).
Satu kelas di SDN Merdeka di Desa Gudang
Kahuripan, Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, rusak berat akibat tertimpa
pohon. Seluruh siswa di kelas tersebut harus bergabung dengan kelas lain untuk
mengikuti proses pembelajaran. Kejadian kelas tertimpa pohon pada Senin, 4
Desember 2017.
Kejadian sekolah rusak juga terjadi di SMPN
2 dan SMPN 3 Jonggat, Lombok Tengah. Kondisi kedua sekolah mengalami rusak
berat, tapi bertahun-tahun tidak juga diperbaiki.
Bahkan di SMPN 3 Jonggat, satu ruang
keterampilan, yang berisi puluhan komputer, roboh pada 31 Desember 2017 jam
00.30 WITA. Kondisi sekolah sangat memprihatinkan sekaligus membahayakan para
siswa.
Dari 15 ruang kelas di SMPN 3 Jonggat,
tujuh kelas di antaranya berpotensi roboh. Padahal, tiap hari masih
dipergunakan untuk proses pembelajaran.
Kondisi sekolah rusak ini disampaikan
Sekjen FSGI Heru Purnomo dan Pengurus Pusat FSGI Slamet Maryanto, dalam rilis.
Menilik terjadinya kasus sekolah yang
rusak, FSGI meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta dinas-dinas
untuk mendahulukan perbaikan sekolah-sekolah yang rusak sedang dan berat. Hal
ini demi melindungi peserta didik dan pendidik karena ruang belajar tidak
memadai.
Apalagi sekolah yang berpotensi roboh dapat
membahayakan siswa dan pengajar. Kondisi sekolah yang rusak juga terjadi di
SMPN 32 Jakarta Barat (DKI Jakarta). SMPN 32 Jakarta Barat, yang diduga cagar
budaya, dalam kondisi yang memprihatinkan.
Sebelum roboh pada 21 Desember 2017, gedung
sekolah tua yang indah pada dua jam sebelumnya masih digunakan ratusan siswa
SMPN 32 Jakarta untuk perayaan peringatan hari besar agama Islam.
Lain kasus di SMAN 1 Monta Kab Bima NTB.
Sejak dua tahun terakhir, sebanyak tiga ruang kelas, satu ruang guru, satu
ruang kepala sekolah, dan satu ruang tata usaha, sudah roboh dan tidak bisa digunakan
lagi.
Untuk mengantisipasi sementara hal itu, siswa di sekolah masuk dalam dua shift. Ruang tata usaha, guru, dan kepala sekolah menggunakan ruang perpustakaan dan laboratorium.
(***)