Batam, News, Kepri

Diduga PT. VPM Gundulkan Hutan di Rempang, LSM, OKP dan Ormas Batam Minta Gubernur Cabut IUPJL PSWA

Egi | Selasa 30 Nov 2021 15:36 WIB | 927

Ormas/LSM/Paguyuban/Komunitas
Pemko/Pemda/Pemrov/Pemerintah


Puluhan LSM, OKP, Ormas di Batam lakukan pernyataan sikap (foto:egi)


MATAKEPRI.COM BATAM -- Puluhan LSM, OKP, Ormas dan mahasiswa minta Gubernur Provinsi Kepri, Ansar Ahmad untuk mencabut Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJL PSWA) pada hutan produksi di Pulau Rempang, Kota Batam.


Adapun lokasi yang dimaksud berada di Tanjung Kelingking, Pantai Kelat Kota Batam Provinsi Kepri oleh PT. VIlla Pantai Mutiara dengan berbagai alasan, sebab perusahaan yang mendapatkan izin disana diduga telah dengan sewenang-wenang melakukan perusakan dan pengggundulan hutan.


Hutan yang sebelumnya masih terjaga dan terpelihara, kini sudah gundul dan rusak karena terjadinya aktivitas perambaan hutan. Kejadian itu setelah beberapa perusahaan mendapat IUPJL PSWA berdasarkan surat keputusan yang diterbitkan atas nama Gubernur Kepri.


Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Lingkar Madani Batam sekaligus Koordinator LSM, OKP, Ormas se Provinsi Kepri, Andi S Muchtar saat konferensi pers bersama puluhan pengurus LSM, OKP, Ormas di Legenda Malaka, Batam Centre, Senin (29/11/2021).


Dikatakannya, melihat kondisi hutan yang semakin parah tersebut, maka pihaknya dari Lingkar Madani Batam dan Gabungan LSM, OKP, Ormas se-Provinsi Kepri menyampaikan keprihatinan dan kepedulian terhadap hilangnya hutan di sendi-sendi kehidupan di Batam.


Maka dari itu pihaknya melakukan pernyataan sikap secara bersama. Pertama, mendesak Gubernur Kepri untuk mencabut keputusan Gubernur IUPJL PSWA pada hutan produksi Pulau Rempang tersebut.


Adapun alasannya adalah keputusan Gubernur Kepri yang dikeluarkan itu diduga syarat dengan kepentingan karena dikeluarkan pada saat Gubernur Kepri sedang dijabat oleh Plh Gubernur Arif Fadillah (Masa jabatan Plh itu mulai 12 - 18 Februari 2021. Keputusan ditanda tangani pada 17 Februari 2021.


Dalam keputusan Gubernur Kepri itu terjadi kelalaian administrasi, yaitu penulisan tahun dalam nomor keputusan ditulis tahun 2021 sedangkan penulisan tahun dalam penetapan dan tanda tangan Keputusan ditulis tahun 2020.


"Artinya penetapan dan tanda tangan pada tanggal 17 Februari 2020 sedangakan permohonan surat dari PT Vila Pantai Mutiara baru pada tanggal 5 Februari 2021, jadi surat keputusan lebih dulu dikeluarkan satu tahun dari pengujuan surat," ucap Andi.


Disampaikan Andi, dalam Keputusan Gubernur Kepri perihal memperhatian, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepri telah mengeluarkan surat penilaian atas permohonan IUPJL PSWA atas nama PT Vila Pantai Mutiara pada 16 Desember 2019.


Sedangkan surat permohonan PT Vila pantai Mutiaran itu baru diajukan pada 5 Februari 2021 tentang permohonan penerbitan IUPJL PSWA.


"Dalam keputusan Gubernur Kepri itu tidak ada pertimbangan teknis Kepala SKPD yang membidangi kepariwisataan di Provinsi Kepri. Jadi diduga dalam penerbitan izin itu tidak melengkapi persyaratan perizinan yang amanatkan," ujarnya.


Pernyataan sikap ketiga, diduga PT. Villa Pantai Mutiara itu telah melakukan pengerusakan atau pengundulan hutan produksi di lokasi tersebut, karena luas area yang diizinkan untuk dibangun sarana wisata alam paling banyak seluas 19,17 hektar dari total yang diberikan seluas 191, 78 hektar.


Keempat, mendesak Gubernur Kepri dan Dinas terkait agar menyampaikan kepublik secara terbuka bukti-bukti dokumen persyaratan perizinan yang telah dipenuhi oleh PT. Villa Pantai Mutiara.


Kelima, mendesak kepada DPRD Provinsi Kepri sesuai dengan kewenangan pengawasan agar memanggil Gubernur dan Dinas terkait untuk mengevaluasi secara keselurahan izin-izin yang telah dikeluarkan untuk lokasi tersebut, karena diduga beberapan izin yang dikeluarkan syarat dengan kepentingan dan dipaksakan.


Keenam, mendesak pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Kementrian Kehutanan agar mengusut tuntas dugaan tindak pidana pengerusakan hutan produksi dan hutan mangrove yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang mendapatkan IUPJL PSWA.


Ketujuh, meminta kepada pihak KPK, Kepolisian, Kejaksaan agar memeriksa pejabat dan pihak terkait yang telah mengeluarkan beberapa izin IUPJL PSWA.


"Apabila pernyataan sikap ini, tidak diindahkan, maka kami dari LSM, OKP, Ormas se - Provinsi Kepri akan melakukan gerakan demontrasi dan upaya - upaya hukum atas dugaan kesalahan terbitnya keputusan tersebut," pungkasnya, (egi)



Share on Social Media