Olahraga, Soccer

Gegenpressing Kontra Counter Attack, Klopp vs Solskjaer di Liga Inggris

| Jumat 17 Jan 2020 11:16 WIB | 2083



Adu strategi Jurgen Klopp dan Ole Gunnar Solskjaer akan tersaji saat Liverpool bersua Manchester United


MATAKEPRI.COM - Sorotan mengarah ke dua peracik strategi, Jurgen Klopp dan Ole Gunnar Solskjaer jelang duel sengit Liverpool vs Manchester United di Liga Inggris, akhir pekan nanti.

Klopp tidak perlu diperdebatkan lagi adalah peracik taktik nomor satu di Liga Inggris dan salah satu pelatih terbaik di benua biru

Hal itu mudah dibuktikan dengan pencapaian Liverpool dalam dua musim terakhir. Setelah mengakhiri puasa gelar Liga Champions selama 14 tahun, The Reds kini kukuh di puncak klasemen Liga Inggris.

Dengan keunggulan 14 poin, Liverpool nyaris sulit dijegal untuk meraih trofi Premier League yang terakhir dirasakan musim 1989/1990.

Keperkasaan Liverpool musim ini tidak lepas dari sihir Klopp sejak pertama kali datang ke Anfield tahun 2015. Manajer asal Jerman itu membawa taktik gegenpressing ke Negeri Ratu Elizabeth. Dengan taktik itu juga Klopp sukses memberikan dua gelar untuk Borussia Dortmund.


Kehadiran Klopp memang tak instan menggaransi gelar. Namun fondasi taktik gegenpressing yang dipadukan dengan formasi ofensif 4-3-3 membuat sosok Klopp cepat mencuri perhatian.

Terbukti empat tahun berselang dengan pembelian pemain yang tepat, Klopp membuat Liverpool di ambang juara Liga Inggris.

Sebaliknya Solskjaer sempat menjanjikan saat dipercaya menggantikan Jose Mourinho yang dipecat pada pertengahan musim lalu. Strategi counter attack mengandalkan kecepatan Marcus Rashford dan Anthony Martial bikin tim-tim lawan cemas.

Solskjaer membawa MU terbang tinggi berkat delapan kemenangan beruntun di semua ajang. Namun, tuah manajer asal Norwegia itu sirna saat ia dikontrak sebagai manajer permanen The Red Devils.


Bahkan, musim ini MU asuhan Solskjaer lebih akrab dengan inkonsistensi. Tim asal Manchester itu lebih tangguh melawan tim penghuni big six tetapi seringkali kesulitan melawan tim-tim kecil.

MU baru sekali kalah dari tim penghuni enam besar di Liga Inggris. Sedangkan saat melawan tim-tim yang lebih lemah, pengoleksi 20 gelar di Liga Inggris sudah lima kali kalah.

Buruknya hasil MU lawan tim besar ditengarai karena Solskjaer tidak bisa meracik strategi yang tepat. Sebaliknya, manajer asal Norwegia itu lebih mudah melakukan pendekatan taktik counter attack kontra tim-tim besar seperti Liverpool, Manchester City, hingga Arsenal.


Pendekatan taktik yang berbeda itu mudah dilihat pada pertemuan terakhir kedua tim di Old Trafford yang berakhir imbang 1-1, 20 Oktober 2019. Di laga itu, MU memakai formasi 4-2-3-1 sedangkan Liverpool mengusung strategi favorit 4-3-3.

Meski bermain sebagai tamu, Liverpool yang main menyerang unggul penguasaan bola. The Reds mencatat persentase 68 persen berbanding 32 persen milik MU sepanjang pertandingan.

Liverpool pun melakukan 10 usaha mencetak gol dan empat di antara mengarah ke gawang. Sementara itu, MU hanya melepaskan tujuh tembakan dan hanya dua yang mengancam gawang tim tamu.

Beruntung bagi tuan rumah dari empat tembakan ke gawang itu hanya satu yang berujung gol lewat Adam Lallana. Liverpool bahkan sempat tertinggal lebih dulu gara-gara gol MU yang dicetak Marcus Rashford.

Perbedaan dari dalam adu taktik Klopp dan Mourinho adalah cara kedua tim melakukan serangan. Tim kota pelabuhan rutin membangun serangan sejak dari lini belakang. Dua bek sayap, Trent Alexander-Arnold dan Andrew Robertson kerap difungsikan sebagai playmaker permainan.

Tidak heran jika Alexander-Arnold sudah mengemas delapan assist dan Robertson berhasil memberikan enam assist di Liga Inggris musim ini. Peran kedua pemain ini tidak kalah krusial dari trio Sadio Mane, Roberto Firmino, dan Mohamed Salah di lini depan.

Saat menyerang, Liverpool bahkan hanya meninggalkan dua bek tengah dan satu gelandang bertahan. Pendekatan ofensif yang sejauh ini berjalan baik karena Liverpool jadi tim paling subur kedua di bawah Man City dengan torehan 50 gol.

Sementara MU arahan Solskjaer memakai pendekatan yang berbeda. Dua bek sayap mereka tidak terlalu sering naik hingga daerah pertahanan lawan. Peran pemain yang jadi kreator permainan jadi tugas gelandang tengah macam Fred atau Paul Pogba saat belum cedera.

Para pemain tengah ini dituntut memberikan umpan daerah agar Rashford atau Daniel James bisa leluasa menusuk ke kotak penalti lawan. Namun strategi ini kerap tidak berjalan saat menghadapi tim dengan garis pertahanan rendah yang sering diperagakan tim-tim kecil di Liga Inggris.

Sumber: cnnindonesia.com



Share on Social Media

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait