News, Pendidikan

Spesial Hari Ibu : Perempuan Berdaya, Indonesia Jaya!

| Jumat 22 Dec 2017 11:16 WIB | 1432




MATAKEPRI.COM, Jakarta - Sejak beberapa tahun belakangan, isu kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan, terus mengemuka. Meski masih kerap ditemukan perilaku diskriminatif, akses pada kaum hawa perlahan semakin terbuka dari waktu ke waktu. Dalam konteks pembangunan nasional, peran perempuan juga semakin besar.


Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, menyebut kontribusi para perempuan di Indonesia semakin siginifikan. Sumbangan perempuan ini yang coba ditingkatnya pada Peringatan Hari Ibu (PHI) di 2017 yang mengusung tema 'Perempuan Berdaya, Indonesia Jaya'. Jika sebelumnya peringatan tersebut digelar di Banten, maka tahun ini Papua Barat bakal jadi tuan rumahnya.

"PHI ke-89 tahun 2017 ini, kami mengangkat tema 'Perempuan Berdaya, Indonesia Jaya'. tema ini dipilih karena kami ingin menunjukan bahwa perjuangan kaum perempuan Indonesia telah menempuh jalan panjang, dalam mewujudkan peranan dan kedudukan perempuan Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Yohana kepada detikcom ditemui di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (30/11/2017).

Menurutnya, pemilihan Papua Barat, tepatnya di Kabupaten Raja Ampat, dilakukan sebagai representasi kehadiran negara pada perempuan-perempuan di kawasan yang masuk 3T (terpencil, terluar, dan tertinggal). Lantaran kondisi geografis, sulit bagi pemerintah untuk memberikan perhatian.

"Biasanya (PHI) dilakukan di kota besar, sekarang di Papua. Kita mau menjangkau ibu-ibu di kawasan 3T, jadi kami mau agar negara bisa hadir untuk sapa ibu-ibu di 3T karena selama ini belum merasakan negara hadir karena geografis yang jadi masalah. Mengapa di Papua? Bahwa sudah saatnya di Papua negara hadir, ada perhatian khusus pada daerah yang berkembang, apalagi di daerah terpencil, di pulau-pulau yang sulit dijangkau," ungkap Yohana.

Menurut menteri asal Manokwari ini, jika diberdayakan optimal, perempuan bisa jadi lokomotif dalam pembangunan ekonomi. Saat ini, sambungnya, potensi dari kekuatan kaum perempuan masih dibatasi oleh pembatasan maupun stigma gender di beberapa daerah.

"Kalau perempuan diberdayakan, maka negara ini bisa kuat karena jumlah aset dari perempuan di Indonesia cukup besar, potensinya besar. Mereka bisa dilibatkan dalam pembangunan nasional. Selama ini perempuan belum secara optimal diberdayakan dan masih laki-laki mendominasi posisi strategis, dan belum memberikan kesempatan besar buat perempuan. Tapi saat ini sudah mulai berubah," tuturnya.

Kondisi ini bisa dilihat dari data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Indikator tersebut mengukur TPAK laki-laki di tahun 2016 sebesar 81,97%, sementara perempuan masih di angka 50,77%. Dengan kata lain ada gap atau kesenjangan 31,2 poin.

Diungkapkannya, selain belum diterapkannya kesetaraan gender pada pekerjaan, pihaknya masih kerap menemukan diskriminasi hingga kekerasan pada kaum perempuan. Salah satunya dalam keluarga, yang seringkali perempuan dan anak-anak jadi korban.

"Masih banyak terjadi dimana-mana, banyak perempuan yang didiskriminasi, perdagangan perempuan kita masih cukup berat, dimana perempuan dan anak-anak masih jadi korban. Itu fenomena gunung es, terjadi dalam keluarga yang mana kita tak bisa jangkau, namun itu masih ada, sehingga perlu konsentrasi bagaimana caranya akhiri kekerasan pada perempuan lewat program-program," ucap Yohana.

Salah satu masalah yang tengah diupayakan kementeriannya, yakni menghilangkan mindset laki-laki selalu lebih dominan dari perempuan. Faktor lainnya yang menguatkan mindsettersebut, yakni budaya patriarki di beberapa daerah yang masih kuat. Pemerintah saat ini sudah cukup baik mengakomodir perempuan, hal ini bisa dilihat dari persentase anggota kabinet wanita.

"Bahwa ini masalahnya ubah mindset dari kaum laki-laki agar bisa terima perempuan setara, memang sudah berubah, tapi dari persentase dominan masih laki-laki duduki posisi strategis, kalau BPS angka partisipasi laki-laki lebih tinggi dari perempuan sekitar 70:30. jadi gap masih besar sekali, bagaimana perempuan ini bisa dihargai oleh kaum laki-laki, bisa terima mereka dengan potensi dan kualitas mereka dengan setara," jelas Yohana.

"Pada dasarnya kita hidup di man dominated society, karena budaya patriarki masih terlihat dimana-mana, jadi butuh proses. Untung Presiden pilih 9 menteri perempuan sehingga bisa meningkatkan persentase perempuan di eksekutif jadi 23%. Ini merupakan perubahan besar, kalau dibandingkan tahun lalu menteri perempuan hanya 2-3, saat ini cukup banyak ada 9 menurut saya cukup bagus, tapi diharapkan bisa 50:50. Kalau sampai masih belum," imbuhnya.

Dalam jangka panjang, kata Yohana, kementeriannya punya visi jauh ke depan yakni bisa meningkatkan porsi peran perempuan, terutama di sektor ekonomi dengan rasio 50:50. Sementara saat ini porsi perempuan baru sekitar 30%, dan diharapkan jadi 50% di tahun 2030.

"Jadi ini perubahan besar di dunia, semua negara bawa perempuan mereka ke 50:50 di 2030, selama ini kan 70:30. Jadi ini jadi pekerjaan rumah besar, terutama dari kementerian kami berdayakan perempuan supaya bisa berjalan sejajar dengan laki-laki di 2030," pungkas Yohana.(***)



Share on Social Media

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait