News, Ekonomi
| Jumat 08 Dec 2017 10:53 WIB | 1009
MATAKEPRI.COM - Banyak di
antara kita yang sering khawatir akan potensi ekonomi di 2018. Sering kali kita
yang berada di industri keuangan ditanya oleh para nasabah ataupun teman-teman
sekitar, akan risiko yang mungkin dihadapi di 2018.
Sebagian
besar karena Indonesia akan memasuki masa kampanye di tahun tersebut dalam
menyongsong pemilu 2019.
Sebenarnya,
berdasarkan data historis, kita mungkin tidak perlu terlalu khawatir.
Berdasarkan data seputar pemilu 2004, 2009 dan 2014, sebenarnya konsumsi
pemerintah maupun rumah tangga memiliki kecenderungan positif selama 12 bulan
sebelum pemilu.
Hal ini
mungkin tidak terlalu membingungkan mengingat akan adanya dana-dana kampanye
yang dibelanjakan dalam masa-masa tersebut.
Memang
banyak di antara kita yang keliru saat melihat situasi ekonomi di periode
sebelum pemilu 2004, 2009 dan 2014. Ini dikarenakan sebenarnya pertumbuhan
ekonomi riil menurun di periode sebelum pemilu.
Hal ini
sebenarnya lebih dikarenakan lemahnya harga komoditas sebelum pemilu 2004 dan
2009. Seperti yang kita ingat, setelah pemilu 2004, dunia dikejutkan dengan
harga komoditas yang sangat fantastis, bahkan dengan harga minyak yang
melampaui US$ 100 per barel.
Tentunya, di
mana sebagian besar ekspor Indonesia berasal dari komoditas, kenaikan ini
menunjang pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
Sama juga
dengan kejadian di seputar pemilu 2009. Seperti yang kita ingat, sebelum pemilu
2009, dunia terkendala dengan krisis global yang menyebabkan harga komoditas
cenderung melemah.
Namun, dunia
juga dikejutkan dengan betapa cepatnya harga komoditas melonjak kembali di
tahun 2010 hingga 2012.
Tentunya,
harga komoditas sangatlah bergejolak dan sulit sekali diprediksi. Terlebih
lagi, bahwa pergerakan komoditas sangat tergantung kepada permintaan dunia,
terutama dari China, Amerika dan zona Eropa.
Sehingga,
dapat dikatakan bahwa Indonesia maupun pemerintah Indonesia memiliki andil yang
relatif rendah terhadap pergerakan harga komoditas.
Sekitar
setengah dari ekonomi Indonesia tergantung kepada konsumsi, terutama konsumsi
rumah tangga dan pemerintah. Maka, dapat dikatakan, untuk membuat keputusan
investasi, salah satu yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memandang ke
depan, ke tahun 2018 dan menyadari bahwa, data historis menunjukan potensi
penguatan konsumsi di tahun 2018, saat Indonesia mulai menyongsong pemilu 2019.
Terlebih, di
tahun 2018, akan diadakan pilkada yang mencakup 17 propinsi, di mana tiga
propinsi besar, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur akan menyelenggarakan
pilkada.
Ketiga
propinsi ini memiliki populasi kurang lebih 40 persen dari total populasi
Indonesia dan memberikan kontribusi sekitar 36 persen dari total ekonomi
Indonesia. Sehingga, terdapat kemungkinan bahwa pilkada-pilkada tersebut
dipandang sebagai hidangan pembuka bagi pemilu 2019.
Bukan tidak
mungkin bahwa sejarah terulang di 2018 kita melihat peningkatan konsumsi
dikarenakan beredarnya dana kampanye.
Tentunya,
sejarah tidak dapat dijamin selalu terulang, dan kita hanya dapat menganalisa
menggunakan data historis, sembari bertanya, akankah sejarah terulang? (www.liputan6.com/***)