Karimun

Jual Pantai dan Laut, PMII Karimun Akan Dampingi Nelayan Demo BPN

Maman | Kamis 23 Nov 2017 15:14 WIB | 3586



PROTES : Ketua nelayan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Baran Sejahtera, Azis, ketika menyampaikan protes dan penolakan atas


MATAKEPRI.COM, Karimun - Pasca sita eksekusi yang dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai  Karimun terhadap lahan yang dinilai nelayan sepihak, Jumat (17/11/2017) lalu.Nelayan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Baran Sejahtera, Kuda Laut bersama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Karimun, akan menggelar aksi unjuk rasa ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karimun, Senin, 04 Desember 2017 mendatang.

Hal itu disampaikan Edwar Kelvin Rambe SH, selaku kuasa hukum para Nelayan, melalui rilis resminya kepasa media ini, Rabu (22/11/2017). Dikatakan, Aksi Unkukrasa yang akan digelar tersebut, merupakan aksi lanjutan dari aksi protes atau penolakan para nelayan terhadap BPN Karimun,  karena telah menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan Nomor regestrasi Nomor 00052 atas nama Rudi salah satu dasar Damianus Alias Lie Bun Kui Alias Akui.

"Permasalahannya kan sudah jelas, diatas sertifikat itu faktanya adalah pantai dan laut yang sudah berpuluh-puluh tahun digunakan nelayan untuk memenuhi kebutuhannya, apalagi dengan putusan Sita Eksekusi yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Karimun. Nah, atas dasar itulah nelayan ingin menyampaikan aspirasnya kepada pemangku kebijakan yang ada di Kabupaten Karimun seperti BPN Karimun, PN Karimun dan Pemerintah Daerah, yakni Bupati Karimun." ujarnya.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, lanjutnya, akan turut turun bersama Nelayan dalam aksi yang direncanakan. Selain itu, Edwar juga mengajak warga lainnya agar turut dalam aksi unjuk rasa pada 4 Desember 2017 nanti. Aksi tersebut, akan dimulai dari Kantor BPN Karimun, PN Karimun hingga Kantor Bupati Karimun.

"Alhamdullilah, sahabat masyarakat, PMII turut ambil andil memperjuangkan kepentingan masyarakat, khususnya Nelayan. Karena bagaimanapun, bukan hanya PMII saja, namun seluruh masyarakat Karimun harus ambil andil memperjuangkan hak nelayan, tidak dapat turun aksi setidaknya membagikan berita ini dimedia sosial hingga pemerintah pusat tahu ada yang tidak beres dalam permasalahan ini," tegasnya.

Aksi Unjuk Rasa itu, diagendakan dimulai dari Pukul 09.00 WIB, dengan titik kumpul massa di Kantor Bupati Karimun. Orasi pertama akan digelar di Kantor BPN Karimun, lalu bergeser ke PN Karimun dan diakhiri di Depan Kantor Bupati Karimun. Dalam orasi itu, nelayan akan menyampaikan tuntutannya, yakni membebaskan Pantai dan Laut Karimun dari Mafia-mafia.

"Bebaskan Pantai dan Laut di Karimun dari Jarahan Mafia-Mafia, mengutip kata perjuangan Wiji Thukul, Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata, "lawan," pungkasnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, tutur Edwa, Sertifikat hak milik dengan Nomor regestrasi Nomor 00052 atas nama Rudi salah satu dasar Damianus Alis Lie Bun Kui Alias Akui, telah mengeluarkan surat pengosongan lahan dengan Nomor 01/X/2016 pertanggal 17 Oktober 2016 yang lalu.

Surat pengosongan lahan ini ditujukan kepada Jamal, Iwan, A Gafar dan beberapa nelayan yang masih menempati lahan seluas 19.972 M2 di Baran I kuda Laut RT/RW 01/03 Kelurahan Baran Timur, Kecamatan Meral. Nelayan yang sudah turun temurun tinggal dipantai itu melakukan perlawan sampai berujung ke sidang perdata dengan Nomor Regestrasi 18/Pdt/2017/PN Tbk. Diduga, sebelum terbitnya sertifikat, ada transaksi jual beli diatas tanah yang nyatanya pantai dan laut itu.

Sedangkan jika mengacu kepada Kepress Nomor 32 Tahun 1990 pasal 14 dan Peraturan Presiden RI Nomor 51 tahun 2016, ini tanah dikuasai Negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan umum bukan pribadi. Pantai adalah daerah pertemuan antara air pasang tertinggi dengan daratan, sedangkan Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

Pengaturan mengenai pemanfaatan wilayah dan pulau-pulau kecil di Indonesia, jelas diatur dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang terakhir telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 serta tidak terlepas pula dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Maka, pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam bentuk Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), yakni hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.

Sementara itu, Wakil Ketua I PMII DPC Karimun, Aal Aulia ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya akan memperjuangkan kepentingan Nelayan, yang dimana diduga bahwa lahan pantai dan laut yang kini dimiliki oleh individu itu, dilakukan oleh oknum-oknum Mafia tanah dan pihak yang tidak bertanggungjawab.

"Melihat permasalahan ini, saya duga ini dilakukan oleh mafia dan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Saya sangat prihatin atas nasib para nelayan. Karena selamabini, mereka hidup dari hasil melaut. Padahal menurut Perpres Tahun 2016 dan UU tentang Kawasan Lingkungan Hidup, 100 meter dari bibir pantai tidak bisa dijadikan hak milik. Meskipun dikuasai negera, didalam UU tersebut boleh digunakan apabila sudah secara turun menurun dan demi kepentingan umum. Sedangkan nelayan ini untuk kepentingan umum, bukan pribadi," tegasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Indra, Jetua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Karimun. Menurutnya, pihak atau instansi terkait harus jeli melihat status kepemilikan lahan tersebut dan riwayat Kepemilikan Pengusaan Lahan dari bibir pantai hingga kelaut, perlu ditinjau ulang. 

"Kami masyarakat bukan bodoh, manalah bisa pantai dan laut milik pribadi. Sekarang nelayan nak mencari ikan kemana?, mereka tinggal dipesisir pantai, mencari ikan dilaut. Kalau pantai dan laut mereka sudah terjual kepada oknum pengusaha, mereka mau hidup dari mana, saya juga berpesan kepada masyarakat lainnya jangan tinggal diam. Jangan berasumsi demi pembangunan, pembangunan itu harus sejalan dengan kemanusian dan kesejahteraan rakyat kecil," tutupnya. (Hasin).



Share on Social Media