News, Kesehatan
| Selasa 21 Nov 2017 14:53 WIB | 3911
MATAKEPRI.COM -
Sejumlah negara di Asean, termasuk Indonesia, masih menghadapi masalah
malnutrisi atau gizi buruk pada anak-anak. Kementerian Kesehatan
melaporkan, 8,4 juta anak mengalami stunting dan malnutrisi kronis di
Indonesia.
Hal ini
mengingatkan pada seribu hari pertama kehidupan yang dikenal dengan istilah
1000 HPK, dimulai ketika janin bertumbuh di dalam kandungan hingga anak berusia
2 tahun. Periode ini merupakan periode emas pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dalam periode
1000 HPK terjadi proses pembentukan dan perkembangan fisiologis yang
berkontribusi pada status kesehatan fisik, kesehatan dan kecerdasan anak.
Jika gizi tidak
diberikan secara optimal dalam periode tersebut, pertumbuhan anak akan
terhambat terbukti dari pencapaian tinggi badan, daya tahan tubuh, serta
perkembangan kognitif yang tidak ideal.
Anak yang
memiliki riwayat permasalahan gizi akan lebih rentan terkena penyakit infeksi,
penyakit jantung, Diabetes Mellitus, dan beberapa jenis penyakit kanker. Efek
jangka panjang dari permasalahan gizi ini juga akan berdampak negatif pada
kualitas sumber daya manusia sehingga angka produktivitas menurun serta tingkat
kesejahteraan yang rendah.
Permasalahan
gizi yang terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan jika tidak ditangani akan
berdampak tidak hanya pada masa pertumbuhan anak namun akan terus berlanjut
hingga dewasa.
Misal, ketika
seorang anak mengalami kekurangan gizi jika tidak ditangani dalam periode 1000
HPK maka anak tersebut akan berisiko tumbuh menjadi remaja yang kurus dan
ketika hamil ia akan berisiko menjadi ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis
(KEK) yang ditandai dengan Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 23,5 cm.
Padahal ibu
hamil KEK akan berisiko melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau bayi
kecil. Jika siklus seperti itu tidak dicegah sedini mungkin, maka ia akan
menjadi lingkaran setan yang tak berujung.
Masalah gizi di
Kecamatan Losari
Di
Kecamatan Losari, Cirebon, khususnya, enam desa yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Losari, masih banyak ditemui masalah-masalah gizi.
Berdasarkan
hasil survei Kesehatan Masyarakat Tim Pencerah Nusantara angkatan 4, hanya
45,2% ibu hamil yang minum tablet Fe kurang dari 90 butir selama masa kehamilan
dari total 230 responden.
Lebih parahnya
sebanyak 8,3% ibu hamil tidak pernah minum tablet Fe. Dari hasil survei yang
sama ditemukan juga bahwa prevalensi KEK pada wanita usia subur (WUS) terdapat
sebanyak 13,7% dari 388 responden.
Jawa Barat
merupakan provinsi dengan jumlah populasi penduduk terbesar di Indonesia. Jawa
Barat juga merupakan salah satu daerah prioritas dalam penanganan kasus gizi
buruk.
Hasil bulan
penimbangan bayi balita pada bulan Agustus 2016 yang dilaksanakan oleh
Puskesmas Losari, ditemukan 9,1% balita stunting dan 3,5% balita gemuk.
Hasil bulan
penimbangan juga menunjukkan,terdapat 24 balita dengan gizi buruk (0,8%) dan
260 balita gizi kurang (8,7%). Sehingga Losari dapat dikategorikan daerah rawan
gizi karena dalam suatu wilayah kerja puskesmas terdapat lebih dari 10% balita
mengalami gizi kurang dari total sasaran balita. Terlebih lagi, bayi yang
mendapat ASI Ekslusif selama 6 bulan masih kurang dari 25%.
Faktor-faktor
yang pengaruhi masalah gizi
Berdasarkan
temuan di lapangan, banyak faktor yang memengaruhi masalah gizi tersebut
termasuk faktor ekonomi dan sosial budaya. Masyarakat Losari memiliki strata
ekonomi menengah ke bawah.
Ibu sebagai
tokoh utama dalam perawatan anak masih banyak yang bekerja sehingga suami,
nenek atau saudaralah yang mengasuh anak. Anak tidak hanya ditinggal dari pagi
hingga petang saja, namun hingga bertahun-tahun setelah satu atau dua bulan
melahirkan karena ibu bekerja di luar negeri. Hal ini tentunya berdampak pada
pola asuh anak. Kemudian, hal ini diperparah dengan berbagai kesadaran dan
pengetahuan keluarga yang masih kurang akan pentingnya gizi 1000 HPK.
Di samping
faktor ekonomi, terdapat beberapa mitos pada masyarakat terkait gizi yang masih
mewarnai pola asuh anak . Misalnya, ibu hamil tidak dibolehkan mengkonsumsi
udang, cumi dan seafood lainnya karena dipercaya akan membuat tubuh bayi
bungkuk. Pada kenyataannya, selain memiliki kadar protein yang tinggi, seafood
merupakan bahan makanan yang banyak dihasilkan di wilayah Losari karena Losari
merupakan daerah yang terletak pesisir pantai utara Jawa.
Pencerah
Nusantara berkolaborasi dengan UPT Puskesmas DTP Losari melakukan intervensi
dengan menjalin hubungan lintas sektor, melakukan penyuluhan di masyarakat,
pembinaan kader gizi dan pendekatan personal dengan masyarakat. Pendekatan ini
diharapkan mampu meningkatkan sedikit demi sedikit derajat kesehatan
masyarakat. Dengan demikian, pemenuhan gizi 1000 HPK dapat secara optimal
dimulai dari sebelum kehamilan, pada saat kehamilan, pada saat usia bayi 0-6
bulan, hingga pada saat anak usia 6 bulan – 2 tahun dengan memerhatikan jenis,
jumlah dan waktu makan.(www.liputan6.com/***)