Karimun

Eksekusi Lahan Sepihak, Puluhan Nelayan Pesisir Kuda Laut Meral Protes

Maman | Senin 20 Nov 2017 16:09 WIB | 4175



PROTES : Puluhan Nelayan Pesisir Kuda Laut Kecamatan Meral Kabupaten Karimun, didampaingi Kuasa Hukum Edwar Kelvin SH, s


MATAKEPRI.COM, Karimun - Eksekusi lahan yang dinilai sepihak oleh pihak Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun pada Hari Jumat 17 November 2017 lalu, Puluhan Nelayan Pesisir Kuda Laut Kelurahan Baran Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, Protes, Senin (20/11/2017) pagi di bibir pantai Kuda Laut Kecamatan Meral, Tanjung Balai Karimun.

Koordinator aksi yang juga sebagai Ketua Nelayan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Baran sejahtera dan juga anggota KTNA Kabupaten Karimun, Ajis mengatakan bahwa pihaknya sangat menolak keras dan mengutuk oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan, yaitu, Akui. 

Selain itu, eksekusi yang dilakukan PN Tanjung Balai Karimun itu, dinilai sepihak. Pasalnya, sebelum eksekusi dilakukan, para nelayan yang sudah sudah bertempat tinggal dan hidup dari hasil laut milik negara itu, tidak pernah mendapat pemberitahuan dari pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan maupun pihak PN Tanjung Balai Karimun.

Oleh karena itu, para nelayan bersama Advokat muda Edward Kelvin Rambe SH yang dipercaya oleh para nelayan, mengaku akan mengajukan protes kepada pihak PN TBK dan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karimun, selaku pihak yang mengeluarkan sertifikat kepemilikan atas nama Akui tersebut.

"Kalau sampai terjadi eksekusi lahan ini, kami akan protes dan membuat surat tembusan ke Menteri Agraria. Jika hal ini tidak direspon, kami akan menggelar aksi unjukrasa ke BPN. Karena sudah puluhan tahun kami mencari ikan di tempat ini dan sepengetahuan kami, lahan ini milik negara," tegasnya.

Menurutnya, orang yang selama ini mengaku sebagai pemilik lahan, tidak pernah memberitahukan kepada para nelayan yang tinggal di tempat tersebut. Bahkan pihak pemilik tidak pernah melibatkan RT, Lurah, Camat dan tokoh masyarakat. Begitupun saat diminta untuk menunjukkan surat-suratnya.

"Tidak ada pemberitahuan, tau-taunya pihak pengadilan langsung datang melakukan eksekusi tempat ini, tentu kami protes. Karena tidak pernah ada pemberitahuan dan tidak ada melibatkan RT, Lurah Camat dan tokoh masyarakat. Tanah ini 35 tahun tidak pernah dapat dibangun sebab ini dulu lahan bakau dan mangrove," paparnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum pihak Nelayan, Edwar Kelvin SH menjelaskan bahwa dalam kasus ini timbul keanehan terhadap sita eksekusi yang dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri Karimun. Karena menurutnya, seharusnya, untuk melakukan sita eksekusi, pihak PN Karimun harus melakukan pemberitahuan kepada nelayan dan pencocokan terhadap bidang tanah dan batas-batas yang ingin disita.

“Sita eksekusi sesuai surat edaran Mahkamah Agung No 2 Tahun 1962 tentang cara peletakan sita harus dilakukan pencocokan terhadap bidang tanah dan batas-batasnya. Namun saat dilakukan penyitaan, pihak pengadilan hanya duduk-duduk di pantai sini saja, tidak diukur, karena apa? sebab ini laut dan tidak bisa diukur, laut juga tidak bisa disita karena ini milik negara,” jelas Kelvin.

Untuk masalah tanah, kupasnya, bahwa menurut Kepres nomor 32 tahun 1990 pasal 14 dan peraturan Presiden RI nomor 51 tahun 2016 mengatur bahwa 100 meter dari bibir pantai, tidak bisa dijadikan hak milik, apalagi laut. Karena bibir pantai dan laut, jelas dikuasai negara.

"Namun, apabila digunakan untuk kepentingan umum, itu tidak masalah. Tetapi jika untuk kepentingan pribadi, itu tidak diperbolehkan," tambahnya.

Dijelaskan, atas eksekusi yang dilakukan oleh pihak pengadilan itu, Kevin menuturkan pihaknya akan mengajukan perlawanan dan melaporkan penetapan sita eksekusi ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung dan terhadap Sertifikat Hak Milik yang dikeluarkan di atas laut, Ia juga akan menyurati Kanwil BPN Provinsi serta Kementrian Agraria dan tata ruang serta DPRD Karimun. (Hasian).



Share on Social Media