News, Pendidikan
| Rabu 15 Nov 2017 13:26 WIB | 2032
MATAKEPRI.COM - Perubahan iklim drastis mungkin memberikan "keuntungan
tak terduga" bagi negara-negara di belahan utara dunia. Sebuah studi
terbaru menyatakan, jumlah kematian akibat cuaca dingin di musim dingin akan
menurun.
Sementara itu, angka kematian akibat pemanasan global akan terus meningkat di beberapa wilayah dunia.
Dilansir dari The Telegraph, Selasa (14/11/2017), data menunjukkan hampir 50 ribu orang tewas akibat flu yang terjadi pada musim dingin di Inggris. Jumlah tersebut dinyatakan akan berkurang sekitar 32 sampai 50 persen, jika skenario terburuk perubahan iklim benar-benar terjadi di pengujung abad ke-21.
Di sisi lain, jumlah kematian pada musim panas yang telah
merenggut sekitar dua ribu jiwa akan meningkat hingga lima atau tujuh kali lipat.
Hal ini dipertegas Antonio Gasparrani, seorang profesor
biostatistik dan epidemiologi dari London School of Hygiene & Tropical
Medicine. Ia berkata, "Perubahan iklim saat ini dikenal luas sebagai
ancaman global terbesar pada abad ke-21."
"Meskipun hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
adanya potensi peningkatan angka kematian terkait suhu panas, itu akan
diimbangi berkurangnya jumlah kematian akibat suhu dingin."
Gasparrani menambahkan, "Jumlah tersebut cenderung
bervariasi pada tiap wilayah, tergantung pada iklim lokal di sana dan juga
faktor lainnya."
"Kabar baiknya, jika kita mengambil tindakan untuk mengurangi pemanasan global, jumlah kematian tadi akan menjadi jauh lebih rendah," dia menegaskan.
Solusi Menghadapi Dampak Perubahan Iklim
Potensi meningkatnya jumlah kematian akibat pemanasan global
tersebut merupakan hasil penelitian dari sekelompok peneliti yang
dipublikasikan di The Lancet Planetary Health. Penelitian dilakukan untuk
mengukur dampak kesehatan dari meningkatnya suhu temperatur global.
Peneliti coba membandingkan jumlah kematian yang terjadi
akibat suhu dingin dan panas di 451 lokasi di seluruh dunia, dengan menggunakan
data berupa 85 juta kematian yang terjadi antara 1984-2015. Itu dilakukan demi
menaksir dampak perubahan iklim pada kematian di beberapa lokasi.
Tim penelitian juga memperkirakan, bagaimana angka kematian
itu dapat berubah berdasarkan empat skenario alternatif tentang perubahan iklim
yang dirancang oleh Panel Antar Pemerintah Tentang Perubahan Iklim (IPCC).
Para peneliti kemudian memaparkan "skenario
terburuk" bagi beberapa wilayah beriklim hangat, jika saja emisi gas rumah
kaca terus meningkat sepanjang abad ke-21.
Seperti contoh, angka kematian di Eropa Selatan yang
meningkat 6,4 persen di pengujung abad bila pemanasan global terus dibiarkan
terjadi.
Asia Tenggara juga akan bernasib serupa, dengan adanya
peningkatan angka kematian sebesar 12,7 persen tiap tahunnya. Begitu juga
Amerika Selatan, dengan peningkatan 4,6 persen jumlah kematian setiap tahunnya.
Sementara itu, peningkatan jumlah kematian di wilayah
beriklim lebih sejuk seperti Eropa Utara tidak akan terjadi, atau bahkan
berkurang.
Hasil dari penelitian menyimpulkan, skenario buruk tersebut dapat dicegah, jika sejumlah negara yang terikat dalam Perjanjian Paris 2015 segera mencegah terjadinya pemanasan suhu bumi di atas 2 derajat Celsius. Jika itu dapat dilakukan, jumlah kematian tiap tahunnya dapat ditekan menjadi -0,4 hingga 0,6 persen. (www.liputan6.com/***)