News

Ketahanan Pangan Indonesia Tinggal 28 Tahun

| Senin 03 Jul 2017 13:43 WIB | 1880




Delapan Penulis Muda Hasilkan Buku Memupuk Kesuburan, Menebar Kemakmuran

Indonesia harus mencapai ketahanan pangan ketika berusia 100 tahun kemerdekaan agar mimpi sebagai bangsa besar pada tahun 2085 dapat terwujud. 

Namun demikian, ketahanan pangan pada tahun 2045 itu dapat tercapai hanya jika bangsa Indonesia bekerja keras mengingat waktu yang tersisa tidak banyak. 

Dengan merujuk pada ramalan mantan Menlu AS, Henry Kissinger pada tahun 20012,  mencapai ketahanan pangan pada tahun 2045 dapat diartikan Indonesia akan memenangkan Perang Proksi atau yang sering disebut sebagai Perang Generasi Keempat (G-IV).

Demikian inti sari buku “Memupuk Kesuburan, Menebar Kemakmuran”  terbitan Gramedia Pustaka Utama pada Juli 2017 ini.  

Istimewanya buku ini ditulis oleh  delapan penulis muda, yakni  Gary Eka Luviano , Ummu Mu’minah Shoraya, Adinda Mirza Maulidya,  Yehezkiel Adiperwira, Iyan Fajri, Deni Dwiguna Sulaeman, Muhammad Ihwan Fahrurrazi dan Taufik Aldila Armaputra yang sehari-harinya adalah pegawai Petrokimia Gresik. 

Editor buku ini adalah Rahmad Pribadi, Direktur SDM Petrokimia Gresik dan yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT Semen Baturaja.

Demikian dijelaskan oleh Wandi S Brata, Direktur Utama Penerbit Gramedia Pustaka Utama kepada media, Senin (3/7/2017). 

Dari kacamata penerbit, buku tersebut merupakan salah satu jalan keluar penting yang harus dilakukan pemerintah dan bangsa Indonesia agar Indonesia tidak tergantung pada impor pangan dari negara lain.

“Saya kira, ini terobosan strategis yang dilakukan oleh Rahmad Pribadi sebagai Direktur SDM yang dengan berani mendorong dan sekaligus mau memberi kepercayaan kepada generasi muda untuk melihat masa depan bangsa dan negaranya.  Buku ini merupakan cara pandang generasi muda terhadap masa depan negaranya, yang sebenarnya masa depan mereka sendiri. Ini penting sekali, karena menentukan posisi Indonesia ketika kelak para penulis muda ini menerima tongkat estafet kepemimpinan,” tegas Wandi S Brata.

Menurut Wandi S Brata, amat jarang seorang Direksi memberi kepercayaan kepada generasi muda yang terkait dengan hal-hal strategis. Buku “Memumpuk Kesuburan, Menebar Kemakmuran” ini memberikan pencerahan dan petunjuk bagi bangsa Indonesia untuk segera melakukan sesuatu agar  Indonesia tidak terbeli oleh negara asing dengan cara terlanjur amat tergantung dari negara lain.  

Bagaimana menguasai sebuah negara melalu kontrol atas pangannya adalah inti dari perang proksi (G-IV) sebagaimana prediksi Henry Kissinger pada 2012.

“Jika kita melihat prediksi mantan Menlu AS Henry Kissinger pada tahun 2012, saya menjadi paham mengapa buku ini harus terbit. Meminta  generasi muda menulis buku ini merupakan keputusan yang luar biasa dan sangat berani yang diambil Rahmad Pribadi selaku Direktur SDM Petro karena setidaknya ada dua kesulitan dalam penulisan. Yang pertama adalah, bagi generasi muda saat ini, menulis adalah sebuah kesulitan dan kesulitan kedua kedua, mereka harus menulis tentang masa depan bangsanya,” ungkap Wandi S. Brata.

Buku ini, kata Wandi, menjadi sangat penting bagi kita semua terkait dengan tahun 2050 ketika dunia memasuki tahun ledakan penduduk yakni hampir 10 miliar orang. 

Jumlah yang sedemikian besar membutuhkan pangan dan ini mendorong seluruh negara termasuk AS dan China, yang berpenduduk besar, mencari sumber pangan dan air. Mencari sumber pangan dan air ke tempat lain artinya harus menguasai negara tersebut dengan berbagai cara.

Diurai lebih lanjut, Indonesia memang belum dapat mencapai kedaulatan pangan mengingat bahwa sebagian bahan pangan hanya dapat diperoleh melalui impor seperti gandum, bahan baku roti dan mie. 

Sementara, tanaman gandum itu sendiri tidak dapat hidup di alam tropis seperti Indonesia.  Jika ketahanan pangan tercapai pada tahun 2045, diharapkan pada 2085 atau tujuh puluh tahun kedua kemerdekaan RI, mimpi bangsa Indonesia yang oleh Presiden Jokowi dikumpulkan melalui kapsul waktu, dapat terwujud.

Masih menurut Wandi S Brata, buku ini merupakan pengamatan jeli dari para penulisnya dengan memuat sebagian besar provinsi Indonesia yang ternyata menggunakan bahan pangan sebagai lambang daerahnya. 

Sekalipun digunakan sebagai lambang, ketahanan pangan ternyata tidak terwujud dalam pembangunan daerahnya.

Memang ada berbagai istilah terkait dengan pangan yakni, swasembada, kemandirian, ketahanan ataupun kedaulatan yang memiliki pengertian yang berbeda. 

Namun pada intinya, buku ini mengajak bangsa Indonesia untuk membangun ketahanan pangan termasuk di dalamnya mewaspadai pola dan budaya pangan agar tidak terjadi food losses (bahan pangan yang hilang) ataupun food waste (makanan yang terbuang). (*)



Share on Social Media