Batam

Matikan Ekonomi Rakyat, FORPPI Ingatkan Walikota Stop Izin Alfamart dan Indomaret

Maman | Sabtu 17 Jun 2017 21:29 WIB | 3415

Pasar


Istimewa


MATAKEPRI.COM, Batam - Forum Pengusaha Pribumi (FORPPI) Kota Batam mengingatkan Walikota agar menghentikan pemberian izin baru bagi Alfamart dan Indomart, jika perlu mencabut izin yang sudah terlanjur di keluarkan, karena keberadaan ritel modern tersebut mematikan ekonomi kerakyatan. Penegasan tersebut di sampaikan oleh Ketua DPC FORPPI Kota Batam, Marthen Tandi Rura, sabtu(17/6/2017).

Disampaikan Marthen bahwa Pemko harus secara jujur dan terus terang mengumumkan kepada publik berapa sebenarnya jumlah izin yang telah di berikan kepada Alfamart dan Indomaret di Batam, karena hampir di setiap sudut kota sampai di kawasan perumahan, toko tersebut sudah berdiri.

"Selama ini setiap ada yang protes, selalu mendengar jawaban bahwa itu adalah izin lama,"ucap Marthen.

"Dan jika keberadaan tidak di hentikan, maka Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada di Batam makin terpuruk yang berdampak luas bagi ekonomi keluarga,"ucapnya kembali.

Kota Batam, lanjut Marthen, bisa belajar dari daerah lain yang tidak memberikan izin Alfamart dan Indomaret demi menjaga ekonomi kerakyatan. Di Sumatera Barat misalnya, tidak memberikan izin jaringan Indomaret dan Alfamart untuk 19 daerah kabupaten dan kota karena di anggap bakal merusak ekonomi daerah. Tujuannya jelas, supaya pelaku-pelaku UKM, pedagang lokal lebih hidup.

"Keberadaan toko modern itu akan bisa mematikan UKM lokal,"jelas Marthen.

Hal yang sama menurut Marthen juga di lakukan Pemerintah Kabupaten Bone yang tidak mengizinkan toko tersebut di buka di sana. "Keberadaan swalayan Alfamart dan indomaret menyebabkan perekonomian pedagang kecil tidak bisa berkembang bahkan mematikan usaha kecil dan usaha tradisional,"katanya penuh khawatir.

Marthen juga mengkritisi sikap Pemerintah Kota Batam yang tidak tampak pro kepada pelaku UKM, di satu sisi izin toko modern di berikan izin, di sisi lain pedagang kaki lima terus di gusur dengan alasan pelebaran jalan bahkan tanpa di sediakan lokasi pengganti untuk berjualan.

"Keberadaan PKL merupakan sarana untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan, karena secara sosial politik, fungsi sektor usaha informal sangat di perlukan dalam hal penyerapan tenaga kerja yang dapat mendukung usaha pengentasan kemiskinan,"papar Marthen.

Apa yang terjadi belakangan ini menurut pemantauan FORPPI hanyalah penggusuran dan pelebaran jalan tanpa memberikan solusi kepada pedagang kaki lima korban penggusuran.

"Kita bisa melihat berbagai titik yang sudah di lakukan penggusuran, tidak ada tempat yang di sediakan pemerintah untuk mereka berjualan, otomatis meraka bisa jatuh miskin,"paparnya kembali.

Dilihat dari sejarah, menurut Marthen, para PKL berada di jalanan karena pihak perncana kota kurang memperhatikan keberadaan mereka yaitu tidak adanya tempat bagi para PKL untuk berjualandi ruang publik. Sedangkan di berbagai daerah atau negara maju, pemerintah dan perencana kota memikirkan tempatĀ  bagi para PKL untuk berdagang.

Kemudian dalam pandangan Marthen, pemerintah tidak boleh mengesampingkan keberadaan pedagang kali lima, bahkan di negara maju pun, kawasan pedagang kaki lima menjadi salah satu objek wisata. berangkat dari kesadaran itu, maka pemerintah di negara maju memfasilitasi keberadaan mereka.

Marthe mencontohkan, Amerika Serikat di era 1930-an mempunyai banyak pedagang kali lima yang di kenal dengan street food tapi tiba-tiba para pedagang tersebut hilang total karena di gusur. Tidak berlangsung lama, Amerika menyadari kekeliruan mereka, sehingga di hidupkan kembali.

"Street Food di Amerika Serikat muncul kembali dalam bentuk food truck atau truk makanan. pada awalnya, hanya terdapat di daerah - daerah industri kemudian di kembangkan di berbagai wilayah,"terang Marthen.

Bahkan dulu Singapura juga pernah berniat menggusur PKL, tetapi niat itu urung, bahkan di kelola dengan baik dan profesional sehingga menghasilkan foodcourt.

Meskipun dulu Lee Kuan Yew di kenal sebagai pemimpin tangan besi, tetapi dia tidak rela mematikan dua ratus ribu warga singapura yang saat itu hidup dengan berdagang kaki lima.

Pemerintah Singapura misalnya, memberikan solusi bahwa parkir yang luas di dekat perkantoran sebagian disulap jadi tempat pedagang kaki lima yang sekarang dikenal nama foodcourt.

"Singapura saja tidak menggusur, tetapi menata dengan baik, semua sarana di siapkan, dari tempat cuci tangan, tempat pembuangan sampah, pokoknya semua harus bersih,"kata Marthen.

Kemudian Pemerintah Kota batam menurut Ketua DPC FORPPI tersebut sebaiknya melihat trend pengelolaan PKL di dunia. Banyak negara saat ini mengakui PKL sebagai salah satu kekuatan ekonomi sekaligus daya tarik wisata. Maka saat ini setiap tahun ada agenda World Street Food Congress misalnya tahun 2016 diadakan di Manila dan 2017 baru saja diadakan di singapura.

"Banyak makanan tradisional yang naik kelas menjadi makanan dunia dari kongres seperti itu,"ungkap Marthen.

Contohnya, kata marthen, laksa dari Malaysia yang sebenarnya juga dari Indonesia, Sate dari Indonesia, Hoy Tord dari Thailand. Melalui pedagang kaki lima juga, di kenal Nasi Biryani dari India, Churros Sundae dari AS, Banh Xeo dari Vietnam, Kway Chap dari Singapura dan ayam Zhu Hou dari china.(Man/rls)



Share on Social Media