News

MIRIS, Demi Gaya Hidup dan 'Up date' Banyak Oknum Pelajar 'Jajakan' Diri

| Kamis 30 Mar 2017 10:18 WIB | 3730

Pojok Opini


Ilustrasi


Saya terpaksa ngelakuin ini karena kebutuhan sekolah dan buat gaya hidup. Saya malu sama teman-teman di sekolah kalau enggak up date

FENOMENA gaya hidup yang 'kebablasan' kiranya sudah melanda para pelajar di belahan wilayah di Indonesia. Hal in bisa dilihat dari maraknya aksi pembegalan hingga terkuaknya para pekerja seks komersil (PSK) yang notabene dilakukan oleh oknum pelajar.

Sontak hal ini perlu menjadi menjadi perhatian serius dari berbagai pihak guna mencegah hal ini bisa kembali terjadi. Mengingat 'rantai' tersebut, akan terus terjadi pada generasi selanjutnya jika hal tersebut tidak ditangani secara serius. 

Mengingat sebelumnya, aparat kepolisian menangkap sejumlah remaja di Kampung Tonjong, Bojonggede, Depok Jawa Barat, yang diduga menjajakan diri sebagai PSK, dengan berkedok sebaagai pemandu karaoke atau yang biasa disebut LC, singkatan dari ladies companion.

 Berdasarkan pemeriksaan polisi, beberapa di antara mereka diketahui berstatus pelajar SMA. Salah satunya perempuan berinisial NA, berusia 17 tahun. NA mengaku bersedia bekerja di salah satu tempat karaoke itu, karena ingin tampil modis di hadapan teman-teman sekolahnya.

 â€œSaya terpaksa ngelakuin ini karena kebutuhan sekolah dan buat gaya hidup. Saya malu sama teman-teman di sekolah kalau enggak up date,” katanya di kantor Polres Depok.

 Ia juga mengatakan orangtuanya bekerja sebagai pedagang gorengan, mereka tak mampu membelikan handphone, baju hingga sepatu bermerek.

Untuk urusan ‘tamu’ ternyata NA telah memiliki pelanggan tetap, pria tersebut bernisial Hu. “Saya dapatnya dari bang Hen, orang sini juga. Saya jarang sama yang lain, seringnya sama bapak itu (sambil menunjuk Hu yang sedang diperiksa polisi),” ucapnya.

 NA mengaku baru sebulan terakhir bergabung sebagai pemandu. Awalnya, dia diajak teman satu sekolahnya. Di tempat tersebut NA bekerja mulai pukul 19.00 WIB. “Tiga jam saya dapat Rp400 ribu, pak.”

Ketika hendak dibawa petugas, NA meronta dan menangis. Dia pun memohon agar tidak dibawa ke kantor polisi. Baru setelah ditenangkan sejumlah Polwan dari Tim Srikandi, NA akhirnya menurut.

Selain NA, operasi yang dilakukan Tim Srikandi Polresta Depok ini juga menangkap dua rekan NA, berinisial D (19 tahun), dan M (21 tahun). 

 Keduanya ditangkap saat sedang menemani tamunya bernyanyi dengan hidangan minuman keras. Terkait temuan ini polisi pun akan mendalami dugaan eksploitasi anak di bawah umur. 

“Ya benar, dalam operasi itu kami temukan ada anak di bawah umur yang kedapatan sedang menjadi pemandu karaoke. Apakah ada unsur prostitusi di dalamnya, itu yang sedang kami selidiki,” kata Kepala Tim Srikandi Polresta Depok, Ipda Nurul Kamila Wati di kantornya.

Pengakuan NA, membuat Nurul kaget. “Ternyata banyak anak SMA yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pemandu karaoke untuk memenuhi gaya hidup mereka. Rata-rata alasannya ingin seperti teman-temannya yang memiliki materi lebih. Tapi mereka tidak mampu sehingga memilih jalan pintas. Ini sangat miris.” 

Selain para pemandu, polisi juga menangkap dua pria hidung belang, mereka adalah Haerudin (45 tahun) dan HI (43 tahun).

Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.Dimana ditemukan praktik prostitusi pelajar sekolah di sejumlah wilayah perbatasan dikarenakan keinginan para pelajar untuk memiliki handphone (HP) seri terbaru.

Kasie Perlindungan Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kabupaten Nunukan, Misadi mengatakan, kebanyakan hasil dari praktik prostitusi pelajar tersebut digunakan untuk membeli HP.

Bahkan dari penelusuran mereka, beberapa pelajar justru meminta HP sebagai ganti pembayaran layanan mereka.

“Yang jelas berapanya kita tidak tahu, tapi dari pengakuan mereka hanya dikasih HP Oppo,” ujar Misadi, Selasa (28/3).

Misadi menambahkan, jaringan prostitusi pelajar di wilayah yang berbatasan dengan Malaysia itu cukup rapi. 


Fenomena seperti itu bukan karena faktor ekonomi keluarga yang tidak cukup untuk kebutuhan utama, melainkan mereka yang menjajakan diri atau menyodorkan temannya untuk dinikmati semata-mata untuk kebutuhan kedua yaitu seperti membeli gadget, nongkrong di mal atau membeli baju yang mewah


Para pengguna jasa para pelajar tersebut biasanya cukup menghubungi pelajar kelas 3 yang telah lebih dahulu terjun ke dunia prostitusi.

Pelajar senior tersebutlah, yang akan mengantar adik kelasnya ke tempat hiburan atau hotel. Biasanya transaksi dilakukan di Kota Malinau, kota terdekat dari tempat tinggal para pelajar di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan.

“Kelas 3 ini yang menjadi perantaranya untuk mencari adik-adiknya,” kata Misadi.

Masidi mengatakan, orangtua maupun warga di Kecamatan Sembakung dan empat kecamatan lainnya sudah resah dengan praktik prostitusi pelajar. Mereka juga sudah melapor ke pihak kepolisian.

”Sudah mereka laporkan, tapi justru aparatanya ini minta bukti. Dengan adanya berita dari media, masyarakat berharap aparat bergerak,” ucap Misadi.

Sementara itu, Pengamat Sosiologi dari Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman menjelaskan bahwa tujuan utama pelajar yang menjual temannya atau menjual dirinya sendiri bukan karena faktor ekonomi semata melainkan kebutuhan kedua yang belum terpenuhi.

"Fenomena seperti itu bukan karena faktor ekonomi keluarga yang tidak cukup untuk kebutuhan utama, melainkan mereka yang menjajakan diri atau menyodorkan temannya untuk dinikmati semata-mata untuk kebutuhan kedua yaitu seperti membeli gadget, nongkrong di mal atau membeli baju yang mewah," ucap Sunyoto.

Sunyoto juga menjelaskan pelajar yang menjajakan temannya sudah memiliki jaringan (germo) di luar sekolah. "Mereka memiliki gremo sendiri dan langganannya juga yang suka anak-anak remaja seperti itu," bebernya.

"Kalo dilihat pelajar yang menyodorkan itu yang mau aja dan iming-iminginya bisa beli apa aja dan nominal yang besar.Mereka pasti punya satu jaringan yang memang sudah terkenal sehingga mereka bisa masuk kejaringan prostitusi tersebut," tambahnya.

Sunyoto pun berharap kepada pihak sekolah untuk bisa menambah ekstrakurikuler untuk bisa membuat siswa dan siswinya memiliki kegiatan yang positif dan tidak terjerumus mengarah ke prostitusi.

"Walaupun soal prostitusi di sekolah susah terendus tapi pihak sekolah seharusnya bisa meminimalisir dan mencegah hal tersebut," tutupnya.(Iman Suryanto/berbagai sumber)



Share on Social Media