Kesehatan

Seperti ini Jika Mitos Kesehatan Dianggap Fakta Gara-gara Info Hoax

| Selasa 31 Jan 2017 06:57 WIB | 2614



Ilustrasi


MATAKEPRI.COM - Mitos kesehatan seringkali dianggap fakta sehingga mengaburkan informasi kesehatan yang sebenarnya. Berkembangnya teknologi dan informasi justru kemudian dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi yang tidak benar alias hoax.

Soal mitos dan fakta yang kabur memang sudah ada sejak dulu, bahkan ketika masyarakat Indonesia belum familiar dengan berkirim pesan singkat melalui handhone dan juga internet. Misalnya saja soal ibu menyusui yang dilarang minum es atau mandi terlalu malam karena akan menyebabkan bayinya pilek. Hal ini lantas disampaikan secara turun-temurun sehingga diyakini sebagai fakta yang harus dipercaya.

Jika dilogika, rasanya sulit ditarik benang merah antara es yang diminum ibu dengan pilek yang muncul pada bayi. Karena es yang diminum ibu tentu tidak menghasilkan air susu ibu (ASI) yang sedingin es. Lagipula pilek atau selesma atau common cold disebabkan oleh virus. Ada lebih dari 200 virus yang berbeda-beda, utamanya rhinovirus, adenovirus dan coronavirus sebagai penyebab pilek. Virus tersebut menular melalui udara, bukan melalui ASI.

Zaman dulu informasi tersebut mungkin sengaja dimunculkan dengan tujuan baik. Misalnya saja karena dulu es batu didapat dari membeli, dan ternyata dibuat dari air mentah yang tercemar kuman, menyebabkan seorang ibu yang meminumnya jadi sakit perut atau diare. Alhasil proses menyusuinya jadi tidak optimal.

Namun tidak ada yang memberi penjelasan memadai kepada sekelompok orang yang percaya informasi 'ibu minum es bisa bikin bayi pilek' maka mitos itu menjadi langgeng. Bertahun-tahun kemudian ketika ada orang muda yang berusaha menyanggahnya pun tidak bisa diterima dengan baik. Sesuatu yang salah ketika sudah dianggap sebagai kebenaran tidak akan semudah membalik telapak tangan untuk meluruskannya.

Beberapa waktu lalu, konsultan nutrisi Jansen Ongko Msc, RD menyebut sudah sangat familiar dengan hoax kesehatan. Empat dekade lalu, katanya, hoax sudah banyak dan disampaikan dari mulut ke mulut. Karena kekurangan sumber untuk mengkroscek kebenarannya, banyak orang kemudian menelannya mentah-mentah sebagai suatu kebenaran.

Akibat dari hoax yang diyakini, Jansen bahkan sampai kehilangan sang ayah. Ayahnya yang terkena kencing manis terkena komplikasi ginjal dan akhirnya meninggal. Ya, hoax bisa membahayakan karena sesuatu yang belum dipastikan benar kebenarannya dianggap sebagai suatu kebenaran dan dipraktikkan. Dalam kasus Jansen, ayahnya sempat mengonsumsi berbagai macam makanan yang kata orang bisa mengatasi diabetes, padahal sebenarnya hanya mitos.

Itu makanya hoax, termasuk hoax kesehatan, perlu mendapat perhatian serius. Perhatian masyarakat pada hoax yang bisa membahayakan antara lain tercermin dalam Deklarasi Hidup Anti Hoax dan Fitnah yang digelar 29 Januari 2017 lalu di car free day sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta. Menkominfo Rudiantara sendiri telah bertekad mengajak masyarakat memerangi hoax.

Yang perlu dipahami juga, pembuatan dan penyebaran hoax kesehatan belum tentu bertujuan ingin mencelakai orang lain. Bisa jadi ini merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh seseorang, meski belum terbukti secara ilmiah, dan yang bersangkutan ingin membantu 'menyehatkan' orang lain.

Untuk itu, ketika ada pesan berantai mampir ke aplikasi berkirim pesan ataupun media sosial yang dimiliki, sempatkan waktu sejenak untuk membacanya secara teliti. Sebab ada kecenderungan juga seseorang meneruskan suatu pesan tanpa memahami besar apa isinya lantaran hanya melihat judulnya saja. Setelah membaca dengan teliti, cari tahu keakuratannya, misalnya dengan mengecek di media massa yang valid atau bertanya langsung ke pakarnya.

Nah, jika informasi yang didapat itu terbukti hoax, ada baiknya segera mengirimkan informasi yang benar kepada si pengirim. Karena informasi yang salah itu harus dikoreksi, bukan didiamkan sehingga akan terus-menerus dianggap sebagai sesuatu yang benar dan berpotensi mengakibatkan kefatalan.(*)



Share on Social Media