News

Ini alasan Investor Asal Tiongkok Memilih "Wait And See"

| Selasa 24 Jan 2017 06:54 WIB | 1584



Ilustrasi


MATAKEPRI.COM - Kondisi politik dan sosial yang tengah memanas di Indonesia sekarang ini ternyata berbuntut pada batalnya investor asal Tiongkok untuk berinvestasi di Indonesia. Tentu hal ini sangat disayangkan dan meminta semua pihak untuk tidak memperkeruh kondisi politik di Tanah Air.

Chairman Inacham atau Wakil Kadin Tiongkok untuk Indonesia Liky Sutikno mengatakan pihak swasta Tiongkok memilih untuk wait and see untuk menanamkan dananya di Tanah Air melihat beberapa bulan terakhir stabilitas politik dan sosial Indonesia mengalami guncangan.

"Gambarannya swasta Tiongkok yang memang besar-besar wait and see. Mereka bilangnya begini, optismitic but very cautious. Jadi masih merasa Indonesia secara long term bagus namun short term semua bilang, wow whats going on?," kata Liky, dalam sebuah diskusi panel, di Graha CIMB Niaga, Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa 23 Januari.

Liky bercerita terkait peristiwa stabilitas dalam negeri saat November dan Desember tahun lalu yang diwarnai aksi besar-besaran. Ia mengatakan, telepon miliknya tak berhenti berdering. Panggilan tersebut datang dari investor Tiongkok yang menanyakan tentang apa yang tengah terjadi di Indonesia saat itu.

Tentu dirinya tak berani memberikan respons langsung dan harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan kementerian terkait dan juga Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Liky meminta pernyataan yang bernada positif dan penegasan bahwa kondisi tersebut di bawah kendali. Namun sayangnya, pihak istana baru mengeluarkan penyataan di saat investor Tiongkok telah mengambil keputusan.

"Banyak teman-teman yang sampai sekarang belum berani. Mereka harusnya due dilligence tapi diundur," ujar dia.

Selain itu, ada juga para pemilik dana dari Tiongkok yang melihat saat ini Indonesia masuk dalam kategori berisiko sehingga mereka mempertimbangkan untuk membeli asuransi risiko sehingga jika investasi mereka gagal maka akan dibayarkan oleh asuransi supaya balik modal.

Liky mengatakan seluruh investor di dunia tentu mengharapakan inbal hasil atau return yang paling banyak namun risiko yang terendah. Saat ini, kata Liky, Indonesia bukan lagi sebagai pretty woman in the world atau gadis manis di dunia. Sebab, ada juga Vietnam, Myanmar, dan Malaysia yang lebih giat bersaing dengan Indonesia.

Misalnya, jika dikatakan investasi di Indonesia imbal hasilnya 10 tapi risiko sembilan, berarti nett return cuma satu. Sedangkan Vietnam kemungkinan cuma delapan, tapi risk-nya nol. Jadi kalau risiko di Indonesia realitas atau persepsi negatif, maka asuransi rate-nya tambah naik.

"Namun, kalau kita risiko nya masih naik. Terus terang mereka pasti cari tempat lain. Itu yang kita harus melihat dan terjadi saat ini. Apakah ada negatif sentimen? Iya terjadi," tutup dia.(*)




Share on Social Media