Pariwisata

Destinasi Wisata Baru Banyuwangi, Berkuda Keliling Hutan Pinus hingga Selfie di Deretan Payung Merah

| Selasa 15 Nov 2016 02:54 WIB | 2939




MATAKEPRI.COM, Banyuwangi- Meski belum dibuka resmi, wisata hutan pinus di Desa Sumber Buluh Kecamatan Songgon, Banyuwangi, telah banyak dikunjungi wisatawan.

Tempat ini menjadi wisata baru bagi mereka yang ingin merasakan kesejukan dan kesegaran alami.

Pengunjung bisa menikmati teh hangat atau ngopi dengan pemandangan hijau kawasan hutan pinus.

Banyak pula tempat-tempat yang bisa untuk selfie.

Hutan Pinus Songgon terletak kurang lebih 30 Km dari kota Banyuwangi.

Lokasinya yang berada di kaki Gunung Raung, membuatnya jadi destinasi wisata yang berhawa sejuk.

Tempat ini juga semakin eksotik karena berada di sepanjang aliran Sungai X- Badeng (Kali Badeng) yang arusnya cukup menantang untuk arung jeram.

Pengelola wisata Hutan Pinus Songgon, Yusuf Sugiono mengatakan areal Hutan Pinus Songgon memiliki luas 97 hektar, namun area utama yang dikembangkan sebagai wisata sebanyak tujuh hektar.

Pengunjung yang datang per hari sampai 200-300 orang, bahkan di moment weekend bisa mencapai 1000 orang.

“Kami baru membuka tempat ini pada 1 Oktober 2016, belum secara resmi, tapi yang datang sudah banyak,” kata Yusuf.

Di hutan pinus telah tersedia beberapa atraksi wisata yang bisa dinikmati.

Seperti rumah pohon, merasakan sensasi berkemah di alam terbuka dengan tenda yang bisa disewa, sampai berkeliling hutan pinus dengan naik kuda dengan harga yang sangat terjangkau.

Bisa juga sekedar duduk-duduk di bangku-bangku kayu yang disediakan sambil menikmati segarnya hawa sejuk hutan pinus ditemani secangkir teh atau kopi hangat.

Selain itu yang tidak boleh dilewatkan, mengabadikan momen berwisata di spot-spot cantik yang telah disediakan.

Di antaranya spot berfoto di bawah deretan payung merah, lampion warna-warni, sampai berfoto di depan gapura kayu yang dihiasi bunga-bunga.

“Kami sengaja menyediakan spot-spot tersebut untuk dipakai berfoto oleh pengunjung,” kata Yusuf.

Ketua LMDH Rimba Ayu, Komarudin, sebelum dikelola jadi tempat wisata, lokasi ini merupakan hamparan pinus yang tidak termanfaatkan kecuali diambil getah pohonnya.

Sebab, tanah ditempat ini sudah tidak bisa digunakan lagi oleh masyarakat desa untuk bertani.

“Dulu warga bertani secara tumpangsari di hutan ini. Selain mengambil getah pinus, di bawah pohon ditanami berbagai komoditas seperti cabai, jahe, dan jagung. Tapi setelah pohon pinus semakin besar, sudah tidak bisa tumpangsari lagi. Hingga akhirnya muncul ide untuk dikembangkan jadi wisata,” kata Komarudin.

Pengelolaan tempat wisata ini hanya boleh dilakukan oleh anggota LMDH adalah warga sekitar, yang jumlahnya sekitar 350 orang.

Memang tidak semua ikut terlibat namun, banyak yang mendapatkan manfaat dari pengoperasian wisata ini mulai dari berjualan makanan, jadi tur guide sampai jadi petugas parkir.

“Semua yang terlibat merupakan warga desa asli sini karena disini tidak hanya kami pakai untuk mencari ekonomi tapi juga kami jaga kelestariannya. Warga sini yang paling mengerti hal ini,” ujarnya.

Saat ditanya lebih menguntungkan mana bertani atau mengelola pariwisata, Komarudin dengan mantap menjawab pariwisata.

“Lebih menguntungkan dari hasil pariwisata, banyak yang ikut merasakan dampaknya,” pungkas Komarudin.





Share on Social Media

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait